MOTIVASI DAN EMOSI DALAM GOALS SETTING
DINAMIKA DIRI
Goal setting:
Saya
adalah seorang Mahasiswi S1 Jurusan Psikologi. Goal terbesar saya di dunia
Psikologi adalah menjadi seorang Psikolog. Tentunya saya harus melanjutkan S2
saya. Saya mempunyai mimpi untuk melanjutkan S2 saya di Universitas Indonesia.
Mulai saat ini saya harus mempersiapkan kemampuan akademik dan non akademik
saya untuk meraih goals saya. Pada analisis
ini, saya akan melibatkan Emotional Quotient, Adversity Quotient, Grit.
Individual Differences:
Ada
yang namanya Individual differences. Setiap individu mempunyai ciri khas
tertentu (keunikan). Ada keunikan yang
secara fisik dapat terlihat, ada pula yang dari dalam diri. Misalnya yang tidak
terlihat secara fisik yaitu motivasi, self concept, self resilience ( ini disebut
Dinamika Diri).
EQ dan AQ turut berperan dalam mencapai goals setting kita. Karena EQ dan AQ sebagai salah satu tool untuk mengidentifikasi Individual Differences (ID)
Ketika kita tahu keunikan dalam diri (ID) kita maka
kita tahu siapa diri kita. Ini disebut Intrapersonal skill, analisis diri
tentang kemampuannya. Setelah kita mampu menganalisis diri kita baru kita dapat
membangun hubungan dengan orang lain, biasanya disebut dengan Interpersonal
Skill. Interpersonal skill adalah keterampilan yang dibutuhkan seseorang untuk
berkomunikasi dengan orang lain baik secara individu ataupun kelompok.
Emotional Quotient:
Menurut
Goleman (1955), kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan
emosinya dengan inteligensi serta menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya
melalui pengendalian diri, motivasi diri, empati.
EQ yang dimiliki seseorang harus tinggi agar dapat
memahami diri sendiri. Emosi ini berkaitan dengan masalah kecemasan dan
kemampuan.
Saya melakukan test mengenai Emotional
Quetiont.
Skala 1: Kesadaran Emosi Diri
Saya mendapatkan semacam kuesioner dari dosen bisnis
saya. Lalu saya menghitung bagian “Kesadaran Emosi Diri” dan hasilnya adalah 69,69%
Artinya sebanyak 69,69%saya sadar akan emosi saya sendiri. Tetapi masih ada
30,31% lagi emosi pada diri yang belum saya ketahui.
Skala 2: Pengendalian Emosi
Sebanyak 77.77 % saya dapat mengendalikan emosi saya.
Angka ini cukup lebih tinggi dari angka kesadaran emosi saya. Artinya 22,23%
saya mampu mengendalikan emosi saya ketika bersama dengan orang lain.
Skala 3: Kecerdasan Emosi Orang lain
84,61% saya dapat mengerti emosi orang lain. Angka ini
jauh lebih tinggi dari skala 1 dan 2.
Dari hasil ketiga skala diatas, nampaknya saya masih
lemah dalam memahami emosi saya pribadi dan justru saya jauh lebih tinggi
memahami emosi orang lain. Saya harus menyempurnakannya dan menyeimbangkannya
agar goals setting saya tercapai.
Test DISC
BEHAVIOUR:
Hasil test menunjukkan bahwa saya termasuk individu
yang Compliance. Dimana saya digambarkan sebagai individu yang teliti, tunduk
pada aturan, perfeksionis, selalu waspada, disiplin, suka mengelak, tidak
menonjolkan diri, sensitive pada kesalahan. Dan
yapp semua itu benar…
Dari hasil diatas, point yang harus saya perbaiki
adalah:
·
Mencoba untuk
tidak terlalu kaku
·
Mencoba
menceritakan pikiran dan perasaan selain berbicara mengenai fakta
·
Mencoba untuk
fleksibel
Adversity
Quotient:
AQ adalah bentuk respon individu terhadap kesulitan
dan pengendalian terhadap respon yang konsisten tidak terlepas dari bagaimana
individu menyikapi situasi yang menekan dalam kehidupannya (Stotlz, 2000).
-AQ BERPERAN
DALAM MOTIVASI-
Hal ini dibuktikan dengan adanya sejumlah penelitian.
Salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati yang mengatakan bahwa
adanya pengaruh yang signifikan antara Adversity Quotient dan Motivasi.
Selama ini saya merasa sebagai individu yang tidak
pantang menyerah. Walaupun saya mempunyai kelemahan yaitu: PESIMIS. Semua orang
terdekat saya mengetahui jika terkadang saya terlalu merendahkan diri. Tetapi
rasa semangat saya terkadang mampu melawan kelemahan saya. Rasa semangat saya
itu menjadi dorongan awal untuk mencapai goals setting saya.
Untuk mencapai goals setting rasanya sangat tidak
mungkin jika tidak ada masalah. Masalah mengenai akademik dan non akademik
sering kali menghampiri saya. Saya merupakan tipe kepribadian A, dimana saya gigih
ketika ‘doing something’ tapi saya rentan akan stress. Masalah kecilpun akan
menjadi pemikiran yang berat menurut saya. Segala aspek yang terlibat saya pikirkan
dengan matang agar masalah tersebut selesai dengan benar. Yap, tipe kepribadian
A punya sisi positif dan negatifnya. But I trying to make it stable.
“Fokus Pada Masalah Tidak Akan Memberi Solusi, Tetapi
Fokus Pada Tuhan Ia Akan Memberi Solusi”
GRIT:
Mc Clelland (1961) mendifinisikan grit “as a drive to complete manageable goals
that allow for immediate feedback on performance “. Dapat dikatakan jika grit merupakan ketekunan
dan semangat untuk tujuan jangka panjang.
Saya pribadi merasa sudah lebih tekun untuk meraih
prestasi akademik saya. Karena prestasi akademik saya merupakan jalan awal saya
untuk dapat melanjutkan pendidikan S2 saya dengan beasiswa.
Ketika saya menghadapi kegagalan, saya selalu bertawakal
kepada Tuhan saya. Dan saya selalu percaya bahwa ketika kegagalan menghadapi
saya, saya tekadkan dalam diri jika saya mampu untuk berubah. Tidak hanya
dorongan dari dalam diri, tetapi dukungan sosial berperan penting bagi saya
untuk meraih goals setting saya.
“Masalah Akan
Terus Membebanimu Bila Kau Tak Sadari Bahwa Allah Punya Jawabannya“
Referensi:
Grit A Look at Individual and Organizational Passion and Perseverance (June, 2015).
Komentar
Posting Komentar